Pergerakan Mahasiswa Indonesia
Jumat, 13 Juni 2025
Ada Demo Usung Poster Bersihkan Penjahat Kelamin, Siapa Penjahat Kelamin di Dinas Pendidikan Jawa Timur?
Kamis, 05 Juni 2025
Diharap Adanya Klarifikasi Atas Dugaan Perselingkuhan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur dengan Istri Perwira TNI AL
Senin, 26 Mei 2025
Ditengah Isu Efisisensi, Wagub Jatim Bersama Istri dan Dirut PT SIER Pelesir di Jepang
Selasa, 13 Mei 2025
SPBU Pertamina di Surabaya Yang Tidak Mau Bayar Pajak Seharusnya Dicabut Ijinnya dan Bisa Dipidana
1.Walikota Surabaya
2. Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus
3.Instansi Terkait
Dengan Hormat,
Akhir-akhir ini, banyak SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) Pertamina di wilayah administrasi kota Surabaya ditandai X besar dengan tulisan tidak membayar pajak dan retribusi daerah.
Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan, SPBU yang dipasangi tanda silang tersebut adalah perusahaan nakal tidak membayar pajak daerah.
Fenomena ini tentu saja menimbulkan tanda Tanya dan persepsi lain masyarakat, bagaimana bisa SPBU Pertamina yang membawa nama besar BUMN bisa tidak patuh membayar pajak dan retribusi daerah?
Sedangkan SPBU yang lain seperti Shell, Vivo Energy, BP-AKR dll tidak ada yang dipasangi tanda silang seperti itu, hal ini tentu saja menjadi bahan pertimbangan kami bahwa SPBU swasta tersebut lebih tertib membayar pajak dan restribusi daerah.
Sanksi keras bagi SPBU yang nakal, terutama yang tidak membayar pajak dan retribusi daerah, bisa dijatuhkan berdasarkan aturan perpajakan dan peraturan daerah.
Berikut ini adalah bentuk sanksi yang bisa diterapkan menurut kerangka hukum di Indonesia:
Sanksi Administratif (Menurut UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah)
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sanksi administrative meliputi:
1.Denda
SPBU bisa dikenai denda atas keterlambatan atau ketidakpatuhan membayar pajak daerah
-Bunga/Denda Keterlambatan
Dikenakan bunga 2% per bulan atas keterlambatan pembayaran pajak, maksimal selama 24 bulan.
-Surat Teguran dan Surat Paksa
Jika SPBU tidak juga membayar, maka akan diterbitkan surat teguran, dan setelah batas waktu tertentu, dilanjutkan dengan Surat Paksa sebagaimana diatur dalam UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU No. 19 Tahun 2000).
2.Sanksi Penutupan/Pencabutan Izin Operasional
Jika SPBU tidak memenuhi kewajiban membayar retribusi daerah atau pajak, pemerintah daerah dapat:
-Membekukan sementara izin usaha.
-Mencabut izin usaha secara permanen, jika telah diberi peringatan namun tetap melanggar.
-Menyegel lokasi usaha, yang biasanya dilakukan oleh Satpol PP atas perintahPemda.
3.SanksiPidana (Jika Ada Unsur Kesengajaan atau Pemalsuan Data)
-Jika terbukti ada niat jahat (mens rea) atau tindakan pemalsuan dokumen pajak, maka bisa dijerat dengan:
Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP):
Ancaman pidana 6 bulan hingga 6 tahun penjara dan/atau denda 2 hingga 4 kali jumlah pajak yang tidak dibayar.
Penegakan pidana dilakukan melalui proses hukum oleh Kejaksaan Tinggi dengan mempertimbangkan kemampuan wajib pajak dan dampak pelanggaran.
Beberapa daerah di Indonesia pernah menutup SPBU yang tidak membayar retribusi atau menunggak pajak, misalnya:
Pemda memberikan peringatan tertulis 3 kali, lalu menyegel SPBU yang tetap tidak membayar.
Ada juga SPBU yang dikenai denda ratusan juta rupiah karena tidak menyetorkan PBBKB sesuai volume penjualan BBM.
Sanksi terhadap SPBU nakal bisa sangat keras, mulai dari denda dan bunga, pencabutan izin,hingga pidana penjara jika unsur pidana terpenuhi.
Ini penting sebagai bentuk penegakan hukum agar semua pelaku usaha tunduk pada kewajiban fiskal dan tidak merugikan pendapatan daerah.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 33 Tahun 2024 sebagai aturan pelaksanaannya, SPBU Pertamina di Surabaya yang tidak membayar pajak dan retribusi daerah dapat dikenai sanksi administratif.
Jika SPBU tidak membayar pajak atau retribusi tepat waktu atau kurang bayar, maka akandikenakan sanksi administrative berupa bunga sebesar 1% (satupersen) per bulan hingga 2,2%(dua koma dua) tergantung jenis pelanggaran, bunga ini di tagih dari melalui Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran hingga tanggal pembayaran, untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.
Maka dalam hal ini kami juga sangat menyayangkan statement dari pihak Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus yang disampaikan kebeberapa media massa yang salah satu pointnya adalah bahwa "Pertamina Patra NiagaJatimbalinus bersama Hiswana Migas khususnya DPC Surabaya sebagai wadah yang menaungi telah mendorong agar terjalinnya komunikasi antara pihak SPBU dengan Pemerintah Kota Surabaya terkait agar dapat mencapai kesepakatan bersama untuk solusi terbaik.
Menurut kami pernyataan seperti ini hanya pernyataan mencari aman, lepas tangan dan tidak mengambil tindakan yang tegas serta tidak memberi solusi konkret.
Jika Pertamina bersikap hanya mendorong SPBU Pertamina menjalin komunikasi yang baik dengan pemkot Surabaya agar dapat mencapai kesepakatan bersama, sama saja Pertamina malah mendorong SPBU Pertamina tidak perlu membayar pajak daerah atau mendorong negoisasi dan mengabaikan fakta di lapangan bahwa ada pajak dan restribusi daerah yang belum dibayarkan oleh SPBU Pertamina.
Menurut kami, yang namanya pajak untuk meningkatkan pendapatan daerah dan Negara wajib dibayarkan, seharusnya pihak Pertamina mendorong agar SPBU Pertamina segera membayarkan pajak daerah tersebut ke pemkot Surabaya.
Jika SPBU Pertamina tetap tidak mau membayar pajak dan retribusi daerah, seharusnya Pertamina mengambil tindakan tegas pada SPBU tersebut.
JIka SPBU Pertamina tetap tidak mau membayar pajak, Kami mendesak Pemkot Surabaya, agar melakukan Pencabutan Izin opersional hingga penyegelan usaha tersebut.
Apalagi jika informasi yang beredar yang kami dapatkan benar adanya bahwa diantara banyak SPBU Pertamina yang diberi tanda silang tersebut banyak yang tidak membayar pajak selama bertahun-tahun.
Jika pihak Pertamina tidak segera mendorong SPBU Pertamina agar membayar pajak dan restribusi daerah dan pihak Pemkot Surabaya tidak segera Mencabut izin usah aoperasional dan menyegelnya, maka bisa saja hal ini menimbulkan polemik dan dugaan kecurigaan masyarakat, "Ada apa antara Pertamina, SPBU Pertamina dan Pemkot Surabaya??"
Hal ini tentunya saja bisa menimbulkan persepsi opini, dugaan, tuduhan negative masyarakat seperti misalnya ada penyelesaian perkara di bawah meja (undertable), ada kong kali kong antar oknum satu dengan oknum lainya, gratifikasi dugaan negative lainnya.
Demikian saran dari kami, atas ucapkan terima kasih.
RRI - RANGGAH RAJASA INDONESIA
Ketua Umum
Eko Muhammad Ridwan
HP/WA: 087770128047
Kamis, 18 April 2024
Ribut Dukung Untari Untuk Gubernur Jatim, Bersama Khofifah atau Maju Sendiri
Jumat, 14 Juli 2023
Polda Jatim Usut Dugaan Korupsi Dana Pendidikan Bondowoso Jawa Timur
Senin, 20 Februari 2023
Mengapa Orang Padang Benci Jokowi?
By. Erizeli Jely Bandaro
Kekuatan Indonesia itu ada pada pancasila yang menjadi mukadimah ( pembukaan ) atas UUD 45. Prof. Notonagoro menyatakan bahwa "kebaikan hukum positif Indonesia, termasuk (tubuh) UUD, harus diukur dari asas-asas yang tercantum dalam Pembukaan. Dan karena itu, Pembukaan UUD 45 harus dipergunakan sebagai pedoman bagi penyelesaian soal-soal pokok kenegaraan dan tertib hukum Indonesia". Jadi walau UUD 45 di buat dengan terburu namun para pendiri negara sepakat bahwa kalau nanti ada pasal dalam UUD 45 tidak sesuai dengan Pancasila akan diberbaiki kemudian. Yang penting batang tubuhnya sudah ada. Atas dasar itulah negeri ini tegak. Itulah buah konsesus para pendiri negara ini.
Namun apakah semua tokoh sepakat ? tidak. Ada dua kekuatan yang tidak bisa menerima Pancasila secara utuh, Yaitu Komunis dan Islam. Masing masing punya agenda berbeda , namun tujuan sama yaitu menguasai negeri ini dengan platform perjuangan mereka. Dua tahun setelah negeri ini merdeka, terjadi pemberontakan Madiun , dimana Muso bersama PKI menyatakan tidak setia kepada Sokarno Hatta. Saat itulah Soekarno memerintahkan TNI untuk memadamkan pemberontakan. Kemudian dua tahun kemudian atau tahun 1950, diterbitkannya Perda No. 50 tentang pembentukan wilayah otonom oleh provinsi Sumatera Tengah waktu itu yang mencakup wilayah provinsi Sumatera Barat, Riau yang kala itu masih mencakup wilayah Kepulauan Riau, dan Jambi sekarang. Ini cikal bakal kelak terjadinya pemberontakan PRRI yang dimotori oleh gerakan ingin mendirikan negara Islam.
Tokoh Masyumi, Isa Anshary, pada tahun 1951, dalam majalah Hikmah, menulis, "Hanya orang yang sudah bejat moral, iman dan Islamnya, yang tidak menyetujui berdirinya Negara Islam Indonesia.". Tahun 1955, Pemilu pertama sejak proklamasi digelar. Partai Masyumi mendapatkan nomor tiga partai pemenang Pemilu. Hasil Pemilu itu bertugas menyusun perbaikan UUD yang ada. Dari tahun 1956 sampai 1959, perdebatan berlangsung—untuk menentukan manakah yang akan jadi dasar negara, Pancasila atau Islam—pelbagai argumen dikemukakan oleh masing-masing pendukungnya. Banyak yang cemerlang, banyak yang membosankan, tapi sedikit yang segalak pidato Isa Anshary dalam majelis yang bersidang di Bandung itu,
"Kalau saudara-saudara mengaku Islam, sembahyang secara Islam, puasa secara Islam, kawin secara Islam, mau mati secara Islam, saudara-saudara terimalah Islam sebagai Dasar Negara. [Tapi] kalau saudara-saudara menganggap bahwa Pancasila itu lebih baik dari Islam, lebih sempurna dari Islam, lebih universal dari Islam, kalau saudara-saudara berpendapat ajaran dan hukum Islam itu tidak dan tidak patut untuk dijadikan Dasar Negara… orang demikian itu murtadlah dia dari Agama, kembalilah menjadi kafir, haram je-nazahnya dikuburkan secara Islam, tidak halal baginya istri yang sudah dikawininya secara Islam….
Sampai tahun 1959, Konstituante belum berhasil membentuk UUD baru. Pada saat bersamaan, Presiden Soekarno menyampaikan konsepsinya tentang Demokrasi Terpimpin. Sejak itu diadakanlah pemungutan suara untuk menentukan Indonesia kembali ke UUD 1945. Dari 3 pemungutan suara yang dilakukan, sebenarnya mayoritas anggota menginginkan kembali ke UUD 1945, namun terbentur dengan jumlah yang tidak mencapai 2/3 suara keseluruhan. Keadaan gawat inilah yang menyebabkan Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959, yang mengakhiri riwayat lembaga ini. Tentu yang paling meradang atas dekrit Soekarno ini adalah kelompok Masyumi. Mengapa ? Cita cita mereka mengubah UUD sesuai dengan Islam gagal.
Itu sebabnya para tokoh Masyumi seperti Natsir, Safrudin Prawiranegara. Dan Soemtro Djoyohadikusumo dari PSI dan lain lain bergabung dengan gerakaan PRRI, yang sebelumnya pada tanggal 20 Desember 1956, Letkol Ahmad Husein berhasil merebut kekuasaan Pemerintah Daerah dari Gubernur Ruslan Nuljohardjo. Dalihnya Gubernur yang ditunjuk Pemerintah tidak berhasil menjalankan pembangunan Daerah. Gerakan ini memicu terbentuk dewan kekuasaan di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara. NKRI berderak. Pemerintah Soekarno berusaha mengajak mereka bermusyawah namun gagal. Pada tanggal 15 Februari 1958 Letkol Ahmad Husein mengumumkan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia di Padang. Pemerintah tersebut membentuk Kabinet dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menterinya.
Soekarno tidak punya pilihan kecuali memerintahkan TNI untuk menghentikan gerakan separatis tersebut. Namun apa hendak dikata, Kekuatan milter dari PRRI bisa dengan mudah memukul mundur Pasukan yang dipimpin Kolonel Ahmad Yani yang berkekuatan dari Divisi Diponegoro - Jawa Tengah. Mengapa? Karena peralatan militer PRRI lebih canggih. Ini berkat bantuan dari AS melalui operasi CIA. Akhirnya Soekarno memerintahkan pasukan Siliwangi bersama RPKAD. Pemberontakan itu berhasil di tumpas, Karena ,para prajurik Siliwangi umumnya religius, sehingga mudah merebut hati orang padang yang agamais. Beberapa tokoh di balik gerakan itu ditangkap dan ada juga yang melarikan diri seperti Soemitro Djoyohadikusumo ( ayahanda Prabowo). Adik Hamka melarikan diri ke AS, sementara Hamka sendiri ditangkap.
Setelah itu, Soekarno memecah mecah Sumatera Tengah menjadi tiga provisi yaitu, Sumbar, Riau dan Jambi. Orang Padang sangat marah dan dendam dengan Soekarno. Apalagi jauh sebelum merdeka, gerakan mendirikan Khilafah itu sudah ada di MInang dengan munculnya gerakan wahabi. Bagi orang padang, Soekarno adalah penanggung jawab hancurnya gerakan NKRI bersyariah atau Negara Islam. Makanya ketika ada momentum menjatuhkan Soekano, akses kepada AS yang sudah dimiliki tokoh pendukung PRRI dulu seperti Soemitro digunakan agar dapat memudahkan aksi Soeharto merebut kekuasaan secara konstitusi. Dan PKI yang merupakan pendukung utama Soekarno jadi korban paska kejatuhan Soekarno.
Makanya di era Soeharto, tidak ada gerakan dari orang Padang yang anti Soeharto. Begitupula ketika SBY berkuasa , orang Padang sangat mendukung, bahkan Gubernur Sumbar diangkat jadi Menteri Dalam Negeri. Artinya dendam orang padang kepada TNI yang terlibat langsung dalam operasi penumpasan tidak ada. Yang ada adalah dendam kepada Soekarno. Makanya jangan kaget bila sebagian orang Padang masih membenci Jokowi. Mereka sebetulnya tidak membenci Jokowi tetapi membenci PDIP sebagai pendukung Jokowi. Dan kalau mereka membenci PDIP Itu karena ketua umumnya adalah Putri Soekarno, yaitu Megawati. Stigma politi seperti ini sengaja di ciptakan oleh lawan Politik PDIP agar mampu mengalahkan PDIP di Sumatera Barat.
Seharusnya Orang padang membaca sejarah dengan baik. Bahwa para Tokoh masyumi akhirnya menyadari kesalahan mereka mendukung PRRI. Makanya ajakan Soekarno kembali kepangkuan ibu pertiwi mereka terima begitu saja. Dan mereka ikhlas dipenjara. Karena mereka memang salah. Mengapa ? karena gerakan mereka ditunggangi oleh Asing, yaitu AS, Dan mereka sadar bahwa apa yang mereka perjuangkan adalah kemerdekaan dari pengaruh asing. Dan Soekarno telah bersikap jelas sesuai dengan konsesus berdirinya Negara ini berdasarkan Pancasila, yang tadinya mereka ikut menyetujui.
Jadi kalau sekarang masih ada gerakan islam bersama Partai berbasis islam yang ada di sumatera barat menyudutkan Jokowi, itu hasil rekayasa politik yang sengaja menciptakan stigma negatif terhadap PDIP dan Jokowi. Logika politik berkaitan dengan fakta sejarah masa lalu punya tempat sebagai bentuk balas dendam atas sikap Soekarno yang membubarkan Masyumi. Dan ini dimanfaatkan oleh AS untuk menggoyang Jokowi agar bisa menggantinya dengan presiden Pro AS. Yakinlah, setelah presiden pro AS terpilih orang padang engga akan dapat apa apa. Kehadiran Jokowi ke Padang dengan memberikan dukungan penuh atas pembangunan sumatera barat adalah cara cerdas yang seakan mengatakan kepada rakyat sumbar : Kita bersaudara. Musuh kita orang luar. Mengapa kita tidak bersatu dalam jalinan NKRI dan Pancasila. Lupakan masa lalu dan kita songsong masa depan dengan harapan melalui kerja keras pada hari ini. Jokowi sadar bahwa secara budaya orang minang itu tidak pendendam dan tidak anti pluralisme. Rakyat hanyalah korban politik.
MINANG
Sejarah adat dan Agama.
Saya ingin menjelaskan budaya Minang. Mengapa saya mengatakan Minang? karena dalam kebudayaan Orang padang belum tentu orang Minang. Tetapi orang Minang pasti orang padang. Ini harus saya jelaskan terlebih dahulu sebelum masuk kepembahasan lain. Orang Minang itu dasarnya adalah adat besandi syara, syara bersandikan kitabullah. Jadi orang minang pasti islam. Tetapi bukan islam seperti kaum pedatang dari Arab yang sudah berbaur dengan budaya Arab. Islam di Minang adalah islam yang menerapkan adat atau tradisi.Jadi sama dengan islam di Jawa yang menerapka tradisi budaya. Mengapa sampai orang padang terbelah dengan Minang? itu karena politik adudomba yang di create oleh Belanda dengan memberikan dukungan secara tidak langsung kepada Tuanku Nan Tua dari Kota Tua di wilayah Agam membawa aliran Wahabi di penghujung tahun 1700. Setelah aliran itu meluas, Belanda membantu kaum adat memerangi kaun Padri itu.
Sewaktu saya kecil, yang saya baca hanyalah cerita tentang Imam Bonjol yang melawan para pendukung adat yang dibela Belanda. Setelah mulai tua, saya baca kisah tentang Tuanku Nan Rinceh, yang kurus tapi dengan matamenyala bagai api. Ia muncul dalam arena konflik sosial yang melanda Minangkabau sejak awal abad ke 19. Karena dia memaksakan bagaimana islam mesti ditaati tanpa ditawar, konon ia membunuh saudara ibu kandungnya. Wanita itu seorang pengunyah tembakau. Masyarakat yang ingin ditegakkan Tuanku Nan Rinceh memang masyarakat yang ideal: tak ada orang memakan sirih. Pakaian putih-putih haru dikenakan, dan kaum pria harus berjanggut. Wanita haru bertutup muka, tak boleh memakai perhiasan. Kain sutera harus dijauhi. Syariat Islam harus dijalankan, dan siapa yang tak taat dihukum.
Mengapa sampai aliran Wahabi bisa diterima oleh sebagian orang padang. Christine Dobbin, Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy, sebuah studi tentang masa riuh 1784-1847 dapat menjawab dengan objectif. Seperti tampak dari judulnya, Dobbin mencoba menunjukkan maraknya api keagamaan di Minangkabau itu sebagai jawaban sosial atas perubahan ekonomi yang terjadi. Kaum saudagar umumnya lebih kaya dibandingkan petani yang hidup dari kebun kopi dan pala. Para saudagar Minang ini, umunya mereka adalah patron, seperti kakek saya sudah mengenal ekspor ketika itu dan bermitra dengan orang asing seperti Europa dan China. Jadi gap kaya miskin sangat lebar sehingga mudah di provokasi menjadi kekacauan sosial, dengan membawa emosi agama. Belanda menggunakan kaum wahabi untuk menghancurkan kaum adat, yang akhirnya terpaksa kaum adat minta tolong ke Belanda.
Baru pada 1821 kekuasaan kolonial Belanda masuk ke kancah sengketa. Tapi konflik bersenjata itu masih panjang, dan barus habis setelah 27 tahun. Apa sebenarnya yang didapat? Kerusakan, tentu, tapi juga satu titik, ketika orang menyadari bahwa tiap tatanan sosial dibentuk oleh kekurangannya sendiri. Kaum Padri bisa mengatakan bahwa Islam adalah sebuah jalan lurus. Tapi jalan yang paling lurus sekali pun tetap sebuah jalan: tempat orang datang dari penjuru yang jauh dan dekat, berpapasan, tak menetap. Yang menentukan pada akhirnya bukanlah bentuk jalan itu, melainkan orang-orang yang menempuhnya. Islam jalan lurus, tapi Minangkabau akhirnya tak seperti yang dikehendaki kaum Padri. Apalagi pada 1832 utusan Tuanku Imam Bondjol kembali dari Makkah: kaum Wahabi telah jatuh dan ajaran yang dibawa Haji Miskin dinyatakan tak sahih.
Maka Imam Bonjol pun berubah. Ia mengundang rapat akbar para tuanku, hakim, dan penghulu. Ia mengumumkan perdamaian. Ia kembalikan semua hasil jarahan perang. Ia berjanji tak akan mengganggu kerja para kepada adat. Sebuah kompromi besar berlaku. Di tahun 1837, administratior Belanda mencatat bagaimana masyarakat luas menerima formula yang lahir dari keputusan Imam Bonjol itu: "Adat barsandi Sarak dan Sarak barsandi Adat". Tetapi reinkarsi wahabi itu sampai kini masih ada di Sumatera Barat, dan menjadi virus merusak sendi sendi budaya asli orang padang.
Makanya orang Minang jelas tidak mungkin bisa terpengaruh politik ala wahabi. Kecuali orang padang yang tidak mengakui adat Minang. Orang padang yang ada di perantauan umumnya adalah orang minang, yang engga gampang di provokasi oleh orang berjubah dan berjanggut. Karena orang minang itu sangat mandiri dan tidak gampang di provokasi. Orang minang itu cerdas. Kalau engga cerdas mana mungkin bisa survive di rantau, sampai ke mancangera. kalau mereka memilih Jokowi karena mereka cerdas. Adat mengajarkan itu.!
HIdup berakal mati beriman
Orang minang itu ada prinsip hidup yang menurut saya sangat membumi, yaitu " hidup berakal mati beriman." Perhatikan ajaran itu, tidak ada pituanmengatakan " hidup beragama mati beriman. Mengapa ? karena landasan orang minang itu beragama karena budaya. Dan budaya itu bertumpu kepada akal, namun akal itu menuntun orang minang menuju Tuhannya. Mengapa orang Minang, para pemudanya di haruskan untuk merantau " Karatau madang di hulu, Babuah, babungo balun, Marantau bujang dahulu, Di rumah baguno balun. Artinya apa ? orang minang yang tidak merantau itu tidak berguna dirumahnya. Selagi dia masih kampung dia tidak akan apa itu Lain lubuk, lain ikannya. Tidak akan bisa menghargai pluralisme. Adat minang itu percaya bahwa alam terkembang jadi guru. Artinya buka mata lebar lebar, jangan seperti katak dalam tempurung.
Ketika saya pergi merantau, orang tua saya mengingatkan saya bahwa saya putra minang dan sudah menjadi tradisi pria minang itu merantau. Ada istilah bagi anak muda minang " Jangan merantau sepanjang nasi bungkus. Artinya kalau bekal habism pulang! Jangan. Itu laki laki gadang sarawa ( pengecut ). Merantulah seperti marantah China. Engga pulang kalau gagal. Ini motivasi hebat bagi setiap pria minang. Bahwa merantau menguji akal dewasanya untuk pantas disebut mamak rumah. Di rantau pria minang melihat fakta bahwa kehidupan itu penuh warna. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada beragam suku menghuni bumi ini. Sikap mental anti pluralisme, bukanlah yang diajarkan adat minang.
Orang minang itu mengutamakan induk semang ( boss ) daripada keluarga jauh. Mereka pandai merebut hati boss , karena memang diajarkan oleh adat. Kebayang engga kalau orang minang itu terjebak dengan ajaran ekslusifitas agama, pasti mereka gagal berkembang di rantau. Dan kalau dia gagal, orang tua akan bilang" tidak berakal. " Bahkan kalau hidupnya berengsekpun disebut " tidak berakal" Mengapa tidak disebut "tidak beragama? karena orang minang tahu bahwa karakter orang itu hebat karena akalnya bekerja baik. Walau agamanya hebat tapi akalnya tumpul tetap aja jadi lalar hijau ( pembuat masalah ).
Karena didikan adat minang itu mengharuskan setiap pria mandiri. Dari kecil pria minang udah dilatih oleh pamannya bagaimana survival seperti diajarkan jadi koki agar bisa buka restoran, perbaiki jam, agar bisa buka service jam, menjahit, agar bisa hidup dari jasa menjahit, dan palsafah dagang diajarkan oleh paman. Seperti jangan makan sebelum penglaris. Disiplin utamakan pendapatan daripada belanja. Jangan kalah dengan ayam bangun tidur. Agar lebih banyak kerja dan ikhtiar daripada tidur. Jangan pulang sebelum pergi. Artinya jangan takut dengan resiko, yang sehingga membuat kamu tidak pernah melangkah. Masih banyak lagi.
Dalam hal politik , orang Minang diajarkan kecerdasan politik, iyakan apa kata orang, kita tetap dengan sikap kita. Artinya, kalau ada yang provokasi orang minang, tidak akan bisa mengubah cara dia berpikir yang bebas. Mereka dilatih tidak jadi follower buta. Kenapa ? agar hidup berakal mati beriman. Kalau hidup beragama tanpa akal, mati pasti bego.!