Kamis, 10 Oktober 2019

Benarkah Ada Potensi Pemalsuan Kain Seragam Batik KORPRI ?

Benarkah Ada Potensi Pemalsuan Kain Seragam Batik KORPRI ?

alt

Kelompok BATIK - Barisan Pemerhati Konsumen mengemukakan adanya indikasi beredarnya kain seragam batik KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang diduga palsu atau tidak sesuai standard di Jawa Timur.

Menurut Rudi, ketua Batik, hal ini bisa dilihat, dimana jika pada hari tertentu dimana harus mengenakan seragam batik KORPRI, pegawai negeri atau ASN (aparatur Sipil Negara) ada yang memakai kain batik dengan kualitas bagus tetapi adapula yang memakai kain batik dengan kualitas yang kurang bagus, meskipun motif batik yang dipakai adalah sama.

"Padahal kain seragam batik KORPRI itu ada hak cipta-nya, dan didalamnya juga terdapat ketentuan bahwa motif batik KORPRI itu oleh pemegang hak cipta kepada yang mau membuatnya, hanya boleh diperbanyak dan atau dibuat pada jenis kain dengan standard kualitas minimal tertentu. Jika kemudian ada beredar seragam batik KORPRI tapi jenis kainnya itu kualitasnya jelek, tentunya itu sudah ada indikasi pemalsuan dan pelanggaran peraturan perundangan", kata Rudi.

Menurut Rudi, pihak KORPRI sebagai pemegang hak cipta DPN KORPRI No. 053799 dan design industri No. 10.0.030.922.0 sebaiknya melakukan penelusuran, karena hak cipta dan design industri ini merupakan salah satu kekayaan bangsa yang perlu dijaga. Jangan sampai karena adanya pemalsuan lalu muncul image atau anggapan bahwa produk atau kekayaan bangsa yang beredar dimasyarakat itu barangnya tidak bagus dan tidak berkualitas.

"Karena setiap pabrik kain yang membuat kain seragam batik KORPRI tentunya selalu memberitahukan kepada pemegang hak cipta, berapa banyak kain yang diproduksi dengan motif batik seragam KORPRI. Dan tentunya pihak KORPRI memeriksanya" tutur Rudi.

"Jika misalnya untuk kebutuhan suatu daerah, sebuah pabrik kain atas sepengetahuan KORPRI memproduksi untuk 2000 potong seragam batik KORPRI, tetapi ternyata yang beredar di daerah itu ada 10 ribu potong, apalagi kualitas kainnya dibawah standard ketentuan, bisa jadi ada pedagang nakal yang membeli pada pabrik kain itu hanya sebanyak 2000 potong, lalu membuat secara illegal 8000 potong lagi diatas kain yang kualitasnya dibawah standard" tambahnya.

Selain bisa mencemarkan design batik KORPRI sebagai salah satu kekayaan bangsa, sebenarnya yang paling besar potensinya untuk dirugikan adalah pihak konsumen yang membeli dan memakai seragam batik KORPRI. Sebab mereka harus membayar harga yang sama untuk kain batik yang berkualitas bagus sesuai ketentuan maupun untuk batik seragam KORPRI yang kualitas kainnya dibawah standard.

"Jika demikian, kan kasihan para pegawai di kota/kabupaten maupun propinsi sebagai konsumen, karena banyak diantara mereka membeli dari uang mereka sendiri melalui koperasi, meskipun banyak juga di pemerintah daerah baik kota/kabupaten maupun propinsi yang membantu kebutuhan seragam batik KORPRI melalui pembelian dengan memakai dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)", ungkap Rudi.

Kelompok Batik berharap baik KORPRI maupun aparat hukum bisa menelusuri serta menyelesaikan msalah ini, agar konsumen tidak dirugikan dan agar kekayaan bangsa bisa berharga minimal di tanah air sendiri



Benarkah Ada Potensi Pemalsuan Kain Seragam Batik KORPRI ?

Benarkah Ada Potensi Pemalsuan Kain Seragam Batik KORPRI ?
Inline image

Kelompok BATIK - Barisan Pemerhati Konsumen mengemukakan adanya indikasi beredarnya kain seragam batik KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang diduga palsu atau tidak sesuai standard di Jawa Timur.

Menurut Rudi, ketua Batik, hal ini bisa dilihat, dimana jika pada hari tertentu dimana harus mengenakan seragam batik KORPRI, pegawai negeri atau ASN (aparatur Sipil Negara) ada yang memakai kain batik dengan kualitas bagus tetapi adapula yang memakai kain batik dengan kualitas yang kurang bagus, meskipun motif batik yang dipakai adalah sama.

"Padahal kain seragam batik KORPRI itu ada hak cipta-nya, dan didalamnya juga terdapat ketentuan bahwa motif batik KORPRI itu oleh pemegang hak cipta kepada yang mau membuatnya, hanya boleh diperbanyak dan atau dibuat pada jenis kain dengan standard kualitas minimal tertentu. Jika kemudian ada beredar seragam batik KORPRI tapi jenis kainnya itu kualitasnya jelek, tentunya itu sudah ada indikasi pemalsuan dan pelanggaran peraturan perundangan", kata Rudi.

Menurut Rudi, pihak KORPRI sebagai pemegang hak cipta DPN KORPRI No. 053799 dan design industri No. 10.0.030.922.0 sebaiknya melakukan penelusuran, karena hak cipta dan design industri ini merupakan salah satu kekayaan bangsa yang perlu dijaga. Jangan sampai karena adanya pemalsuan lalu muncul image atau anggapan bahwa produk atau kekayaan bangsa yang beredar dimasyarakat itu barangnya tidak bagus dan tidak berkualitas.

"Karena setiap pabrik kain yang membuat kain seragam batik KORPRI tentunya selalu memberitahukan kepada pemegang hak cipta, berapa banyak kain yang diproduksi dengan motif batik seragam KORPRI. Dan tentunya pihak KORPRI memeriksanya" tutur Rudi.

"Jika misalnya untuk kebutuhan suatu daerah, sebuah pabrik kain atas sepengetahuan KORPRI memproduksi untuk 2000 potong seragam batik KORPRI, tetapi ternyata yang beredar di daerah itu ada 10 ribu potong, apalagi kualitas kainnya dibawah standard ketentuan, bisa jadi ada pedagang nakal yang membeli pada pabrik kain itu hanya sebanyak 2000 potong, lalu membuat secara illegal 8000 potong lagi diatas kain yang kualitasnya dibawah standard" tambahnya.

Selain bisa mencemarkan design batik KORPRI sebagai salah satu kekayaan bangsa, sebenarnya yang paling besar potensinya untuk dirugikan adalah pihak konsumen yang membeli dan memakai seragam batik KORPRI. Sebab mereka harus membayar harga yang sama untuk kain batik yang berkualitas bagus sesuai ketentuan maupun untuk batik seragam KORPRI yang kualitas kainnya dibawah standard.

"Jika demikian, kan kasihan para pegawai di kota/kabupaten maupun propinsi sebagai konsumen, karena banyak diantara mereka membeli dari uang mereka sendiri melalui koperasi, meskipun banyak juga di pemerintah daerah baik kota/kabupaten maupun propinsi yang membantu kebutuhan seragam batik KORPRI melalui pembelian dengan memakai dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)", ungkap Rudi.

Kelompok Batik berharap baik KORPRI maupun aparat hukum bisa menelusuri serta menyelesaikan msalah ini, agar konsumen tidak dirugikan dan agar kekayaan bangsa bisa berharga minimal di tanah air sendiri.