JEBAKAN BAGI PRESIDEN JOKOWI
Oleh: Saurip Kadi.
Oleh: Saurip Kadi.
Diluar dugaan menjelang bulan Ramadhon beberapa hari yang lalu, kita dikagetkan dengan rangkaian tragedi berdarah di Mako Brimob, Bom Bunuh Diri di 3 Gereja di Surabaya, Rusun Wonocolo Sidoarjo dan Poltabes Surabaya.
Maka wajar saja kalau dimasyarakat luas timbul pertanyaan: "Apakah rangkaian tragedi berdarah tersebut ada kaitannya dengan Pemilu 2019 mendatang ?", bila ada, "Apa target mereka dan siapa yang melakukannya ?" Ataukah murni aksi biadab kelompok Teroris semata.
Ditinjau dari perkembangan eksistensi terorisme internasional belakangan ini, rasanya terlalu dipaksakan kalau tragedi berdarah dan 5 aksi teror Bom Bunuh tersebut diatas dikaitkan dengan kepentingan terorisme internasional. Hal ini tidak bisa lepas, dari realita saat ini mereka sendiri sedang terdisorganisir dan termasuk yang ada di Indonesia, dan mereka lebih memilih untuk bersembunyi. Rasanya terlalu bodoh, kalau tanpa kejelasan tujuan yang hendak diraihnya, mereka menampakan diri dengan rangkaian 5 aksi teror bom bunuh diri tersebut diatas.
Maka kemungkinan yang harus kita perhitungkan adalah ketika rangkaian tragedi berdarah dan teror bom bunuh diri tersebut diposisikan sebagai prolog dari pihak-pihak tertentu untuk melakukan destabilisasi keamanan dan ekonomi nasional. Dapat dipastikan target minimal upaya tersebut adalah jatuhnya legitimasi pak Jokowi, karena terbukti tidak mampu mengendalikan keamanan. Dengan demikian maka pada Pilpres 2019 mendatang Pak Jokowi tidak mendapat "kendaraan" untuk maju sebagai Capres. Sedang target maksimal yang dapat kita hitung adalah "jatuh' nya Presiden Jokowi.
Bila skenario tersebut benar adanya, maka akan ditengarai dengan berlanjutnya teror bom bunuh diri paska bulan Ramadhan. Sebaliknya bila paska bulan Ramadhan ternyata tidak terjadi teror bom bunuh diri lagi, maka tragedi berdarah dan teror bom bunuh diri yang dimaksudkan diatas, tak lebih sekedar sebagai pancingan agar Presiden Jokowi memberi batas waktu kepada DPR RI untuk menyelesaian RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme atau Presiden Jokowi akan mengeluarkan PERPPU. Kalau skenario tersebut benar adanya, maka sesungguhnya "umpan telah dimakan" Presiden Jokowi.
Maka sebelum segalanya terlanjur, kita perlu mencermati sejumlah pasal RUU tersebut, utamanya yang terkait dengan upaya PENCEGAHAN Paham Radikal sebagaimana yang tertuang dalam pasal 43 C dan 43 D. (2) f.
Karena dalam negara demokrasi dimanapun, upaya pencegahan terhadap paham radikal apapun dilaksanakan dengan kombinasi antara cara terbuka yang diselenggarakan oleh Pemerintah melalui lembaga yang berkompenten melalui jalur edukasi / pelatihan, dan cara tertutup yang sudah barang tentu menjadi porsi lembaga intelijen.
Maka hal yang mendasar, jangan karena tingginya semangat untuk memberantas terorisme tanpa disadari kita kecolongan, kembali hendak melaksanakan cara-cara otoriter. Model stigma politik seperti "Terlibat PKI" dan "Tidak Bersih Lingkungan" yang dulu pernah diterapkan Ode Baru, untuk kedepan tidak boleh diulangi dengan cap apapun, tak terkecuali cap "Radikal Islam" dan "Rentan Terpapar Paham Radikal Terosisme" bagi rakyat yang belum terbukti berbuat atau terlibat dalam aksi teror.
Dari sisi politik kontemporer di Indonesia, maka kalau saja DPR begitu saja mengesahkan RUU atau penerbitan PERPPU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tanpa perubahan 2 pasal yang mengkait pencegahan tersebut, maka opini bahwa Presiden Jokowi memusuhi Islam akan menjadi terkonfirmasi. Maka paska pengesahan RUU atau penerbitan Perppu Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bisa jadi akan terjadi penolakan terhadap UU / PERPPU tsb dan dengan mobilisasi massa dengan jumlah yang jauh lebih besar daripada saat Pilkada DKI Jakarta. Dan tidak mustahil kalau mereka kemudian memboikot upaya aparat keamanan dalam pemberantasan terorisme itu sendiri.
Disisi lain, dengan payung hukum UU atau Perppu Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, akan membuat Polri dan aparatur keamanan yang terlibat didalamnya juga akan secara maksimal untuk berprestasi dan syukur kalau mampu mengukir sejarah sebagai tokoh yang terbukti mampu mengendalikan keamanan, sebuah prestasi yang sangat dibutuhkan untuk mendampingi/membantu Presiden Jokowi pada periode kedua masa pemerintahannya.
Yang pasti, benturan kepentingan dalam bentuk apapun menjelang Pemilu sangatlah tidak menguntungkan bagi siapapun, tak terkecuali bagi bangsa, negara dan juga Presiden Jokowi sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar